Saturday, April 11, 2015

Artikel 6: Konsep Carl Rogers, Unsur-unsur dan Metode-metode Client-Centered Therapy

Konsep Client-Centered Therapy
Rogers memandang manusia sebagai tersosialisasi dan bergerak ke muka, sebagai berjuang untuk berfungsi penuh, serta sebagai memiliki kebaikan yang positif pada intinya yang terdalam. Pandangan tentang manusia yang positif pada ini memilikinya implikasi-implikasi yang berarti bagi praktek terapi client-centered. Model client-centered menolak konsep yang memandang terapis sebagai otoritas yang mengetahui yang terbaik dan yang memandang klien sebagai manusia pasif yang hanya mengikuti perintah-perintah terapis. Oleh karena itu, terapi client-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat putusan-putusan.

Unsur-unsur Terapi

Tujuan
  1. Keterbukaan kepada pengalaman: memerlukan memandang kenyataan tanpa mengubah bentuknya supaya sesuai dengan struktur diri yang tersusun lebih dulu. Sebagai lawan kebertahanan, keterbukaan kepada pengalaman menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.
  2. Kepercayaan terhadap organisme sendiri: salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Dengan meningkatnya keterbukaan klien kepada pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan klien kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.
  3. Tempat evaluasi internal: lebih banyak mencari jawaban-jawaban kepada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. 
  4. Kesediaan untuk menjadi suatu proses: Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian, yang merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting. 
Peran Terapis
Peran terapis client-centered berakar pada cara-cara keberadaannya dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan klien "berbuat sesuatu". Terapis client-centered membangun hubungan yang membantu dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Terapis juga harus bersedia menjadi nyata dalam hubungan dengan klien. Melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan, dan pengertian terapis, klien bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsinya-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang lebih tinggi.

Hubungan Antara Terapis dan Klien
Menurut Carl Rogers (1967), keenam kondisi berikut diperlukan dan memadai bagi pengubahan kepribadian:
  1. Dua orang berada dalam hubungan psikologis.
  2. Orang pertama, yang akan kita sebut klien, ada dalam keadaan tidak selaras, peka, dan cemas.
  3. Orang yang kedua, yang akan kita sebut terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam berhubungan.
  4. Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap klien.
  5. Terapis merasakan pengertian yang empatik terhadap kerancuan internal klien dan berusaha mengomunikasikan perasaannya ini kepada klien.
  6. Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis kepada klien setidak-tidaknya dapat dicapai.

Daftar Pustaka
Corey, Gerald. 1999. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama

Artikel 5: Konsep Dasar Humanistik Eksistensial, Unsur-unsur Terapi & Teknik-teknik dalam Aliran Humanistik Eksistensial

Konsep Dasar Humanistik Eksistensial
  • Kesadaran diri : Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternatf-alternatif yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. 
  • Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan : Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Dosa eksistensial, yang juga merupakan bagian dari kondisi manusia, adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
  • Penciptaan makna : Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi, depersonalisasi, alineasi, keterasingan, dan kesepian. 
Unsur-unsur Terapi Humanistik Eksistensial

Tujuan
Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.  
Pada dasarnya tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesangupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. 

Peran Terapis
May (1961) memandang tugas terapis di antaranya adalah membantu klien agar menyadari keberadaannya dalam dunia: "Ini adalah saatu ketika pasien melihat dirinya sebagai orang yang terancam, yang hadir di dunia yang mengancam, dan sebagai subjekyang memiliki dunia".
Frankl (1959) menjabarkan peran terapis sebagai "spesialis mata ketimbang sebagai pelukis", yang bertugas "memperluas dan memperlebar lapangan visual pasien sehingga spektrum keseluruhan dari makna dan nilai-nilai menjadi disadari dan dapat diamati oleh pasien.
Jika klien mengungkapkan perasaan-perasaannya kepada terapis pada pertemuan terapi, maka terapis akan bertindak sebagai berikut.
  1. Memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang dikatakan oleh klien.
  2. Terlibat dalam sejumlah pernyataan pribadi yang relevan dan pantas tentang pengalaman-pengalaman yang mirip dengan yang dialami oleh klien.
  3. Meminta kepada klien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam dunia yang tak pasti.
  4. Menantang klien untuk melihat seluruh ccara dia menghindari pembuatan putusan-putusan, dan memberikan penilaian terhadap penghindaran itu.
  5. Mendorong klien untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak memulai terapi dengan bertanya: "Jika Anda bisa secara ajaib kembali kepada cara Anda ingat kepada diri Anda sendiri sebelum terapi, maukah Anda melakukannya sekarang?"
  6. Beti tahukan kepada klien bahwa ia sedang mempelajari bahwa apa yang dialaminya sesungguhnya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia: bahwa dia pada akhirnya sendirian, bahwa dia harus memutuskan untuk dirinya sendiri, bahwa dia akan mengalami kecemasan atas ketidakpastian putusan-putusan yang dibuat, dan bahwa dia akan berjuang untuk menetapkan makna kehidupannya di dunia yang sering tampat tak bermakna.
Teknik-teknik Aliran Humanistik Eksistensial
Tidak seperti kebanyakan pendekatan terapi, pendekatan eksistensial-humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Metode-metode yang berasal dari terapi Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam pendekatan eksistensial-humanistik. Buku The Search for Authenticity (1965) dari Bugental menunjukkan bahwa konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transferensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek terapi eksistensial.
Rollo May (1953, 1958, 1961), seorang psikoanalisis Amerika yang diakui luas atas pengembangan psikoterapi eksistensial di Amerika, juga telah mengintegrasikan metodologi dan konsep-konsep psikoanalisis ke dalam psikoterapi eksistensial.


Daftar Pustaka
Corey, Gerald. 1999. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama

Artikel 4: Konsep Dasar Psikoanalisis, Unsur-unsur Terapi dan Teknik-teknik Terapi

Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi.

Konsep Dasar Teori Psikoanalisis

Kesadaran
Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti gunung es yang mengapung yang bagian terbesarnya berada di bawah permukaan air, bagian jiwa yang terbesar berada di bawah permukaan kesadaran, Ketidaksadaran itu menyimpan pengalaman-pengalaman, ingatan-ingatan, dan bahan-bahan yang direpresi. Kebutuhan-kebutuhan dan motivasi-motivasi yang tidak bisa dicapai - yakni terletak di luar kesadaran, juga berada di luar daerah kendali. 

Freud juga percaya bahwa sebagian besar fungsi psikologis terletak di luar kawasan kesadaran. Oleh karena itu, sasaran terapi psikoanaltik adalah membuat motif-motif tak sadar menjadi disadari, sebab hanya ketika menyadari motif-motifnyalah individu bisa melaksanakan pilihan. Pemahaman terhadap peran ketaksadaran itu penting guna menangkap esensi model tingkah laku psikoanalitik. Meskipun di luar kesadaran, ketaksadaran mempengaruhi tingkah laku. Proses-proses tak sadar adalah akar segenap gejala dan tingkah laku neurotik.

Struktur Kepribadian
Menurut psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem: id, ego, dan superego. Ketiganya adalah nama bagi proses-proses psikologis dan jangan dipikirkan sebagai agen-agen yang secara terpisah mengoperasikan kepribadian; merupakan fungsi-fungsi kepribadian sebagai keseluruhan ketimbang sebagai tiga bagian yang terasing satu sama lain. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, sedangkan superego merupakan komponen sosial.

Mekanisme Pertahanan Ego
Mekanisme-mekanisme pertahanan ego membantu individu mengatasi kecemasan dan mencegah terlukanya ego. Mekanisme-mekanisme pertahanan yang digunakan oleh individu bergantung pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya. Mekanisme-mekanisme pertahanan sama-sama memiliki dua ciri: menyangkal atau mendistorsi kenyataan, dan beroperasi pada taraf tak sadar. 
Bentuk-bentuk pertahanan ego:
  • Penyangkalan: pertahanan melawan kecemasan dengan "menutup mata" terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan.
  • Proyeksi: mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Seseorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri.
  • Fiksasi: menjadi "terpaku" pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan.
  • Regresi: melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar.
  • Rasionalisasi: menciptakan alasan-alasan yang "baik" guna menghindarkan ego dari cedera; memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan.
  • Sublimasi: menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya.
  • Displacement: mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau.
  • Represi: melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan; mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketaksadaran, atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan.
  • Formasi reaksi: melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar; jika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu.
Perkembangan Psikoseksual
Sumbangan yang berarti dari model psikoanalitik adalah pelukisan tahap-tahap perkembangan psikososial dan psikoseksual individu dari lahir hingga dewasa. 
  1. Fase Oral (Lahir - 1,5 tahun) : Dari lahir sampai akhir usia satu tahun seorang bayi menjalani fase oral. Mengisap buah dada ibu memuaskan kebutuhannya akan makanan dan akan kesenangan. Karena mulut dan bibir merupakan zone-zone erogen yang peka selama fase oral ini, bayi mengalami kenikmatan erotik dari tindakan mengisap.
  2. Fase Anal (1,5 - 3 tahun) : Tugas-tugas yang harus diselesaikan selama fase ini adalah belajar mandiri, memiliki kekuatan pribadi dan otonomi, serta belajar bagaimana mengakui dan menangani perasaan-perasaan yang negatif. Pada fase anal ini anak perlu bereksperimen, berbuat salah dan merasa bahwa mereka tetap diterima untuk kesalahannya itu, dan menyadari diri sebagai individu yang terpisah dan mandiri.
  3. Fase Falik (3 - 6 tahun) : Ini adalah fase ketika kesanggupan-kesanggupan untuk berjalan, berbicara, berpikir, dan mengendalikan otot-otot berkembang pesat. Selama fase falik ini aktivitas seksual menjadi lebih intens, dan perhatian dipusatkan pada alat-alat kelamin - penis pada anak laki-laki dan klitoris pada anak perempuan. Fase falik adalah periode perkembangan hati nurani, suatu masa ketika anak-anak belajar mengenal standar-standar moral. Selama fase falik anak perlu belajar menerima perasaan-perasaan seksualnya sebagai hal yang alamiah dan belajar memandang tubuhnya sendiri secara sehat. Fase falik memiliki implikasi-implikasi yang berarti bagi terapis yang sedang menangani orang-orang dewasa. Banyak klien yang tidak pernah sepenuhnya mampu memahami perasaan-perasaan tentang seksualitasnya sendiri.
  4. Fase Laten (6 - 12 tahun)
  5. Fase Jenital (Puber / 12 keatas)
Unsur-unsur Terapi
Kegiatan psikoterapi terlihat, jika seseorang yang memiliki kompetensi ilmiah sebagai terapis, mengulang-ulang apa yang diucapkan klien atau pasien [Rogerian]; atau jika terapis menunjukkan kesalahan pada dasar dari gaya hidup seseorang [Adlerian]; atau seorang terapis yang mengajukan sesuatu yang berlawanan dan apa yang dikemukakan oleh klien atau pasien [rasional-emotif terapi]. Kegiatan-kegiatan seperti apa yang disebut pada contoh-contoh ini ternyata mempengaruhi kondisi psikis dan kepribadian seseorang, sehingga terjadi perubahan. 

Tujuan Terapi Terapeutik
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi afektif dari upaya menjadikan ketaksadaran diketahui. Pemahaman dan pengertian intelektual memiliki arti penting, tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan yang berkaitan dengan pemahaman diri leih penting lagi.

Peran Terapis
Karakteristik psikoanalisis adalah, terapis atau analis membiarkan dirinya anonim serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada analis. Proyeksi-proyeksi klien, yang menjadi bahan terapi, ditafsirkan dan dianalisis.
Analis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, dalam menangani kecemasan secara realistis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku yang impulsif dan irasional. Analis perlu banyak mendengar dan berusaha untuk mengetahui kapan dia harus membuat penafsiran-penafsiran yang layak untuk mempercepat proses penyingkapan hal-hal yang tak disadari. Analis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien. Salah satu fungsi utama analis adalah mengajarkan arti proses-proses ini kepada klien sehingga klien mampu memperoleh pemahaman terhadap masalah-masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara untuk berubah dan, dengan demikian, memperoleh kendali yang lebih rasional atas kehidupannya sendiri.

Teknik-teknik Terapi

  1. Asosiasi Bebas : adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepas emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik di masa lampau, yang dikenal dengan sebutan katarsis. Selama proses asosiasi bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam ketaksadaran. Urutan asosiasi-asosiasi membimbing analis dalam memahami hubungan-hubungan yang dibuat oleh klien di antara peristiwa-peristiwa yang dialaminya.
  2. Penafsiran : adalah teknik yang utama dalam psikoanalis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Penafsiran hubungan transferensi juga memungkinkan klien mampu menembus konflik-konflik masa lampau yang tetap dipertahankannya hingga sekarang dan yang menghambat pertumbuhan emosionalnya.
  3. Analisis Resisten : Resistensi, sebuah konsep yang fundamental dalam praktek terapi psikoanalitik, adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari. Sebagai pertahanan terhadap kecemasan, resistensi bekerja secara khas dalam terapi psikoanalitik dengan menghambat klien dan analis dalam melaksanakan usaha bersama untuk memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketaksadaran klien. Karena resistensi ditujukan untuk mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus menunjukkannya, dan klien harus menghadapinya jika dia mengharapkan bisa menangani konflik-konflik secara realistis.
  4. Analisis Mimpi : adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi: isi laten dan isi manifes. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes mimpi.


Daftar Pustaka
Corey, Gerald. 1999. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Gunarsa, Singgih D. 2011. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Libri

Saturday, April 4, 2015

Artikel 3: Terapi Client-Centered Therapy

Client-Centered Therapy adalah terapi yang dikembangkan oleh Carl Rogers yang didasarkan kepada asumsi bahwa klien merupakan ahli yang paling baik bagi dirinya sendiri dan merupakan orang yang mampu untuk memecahkan masalahnya sendiri. Tugas terapis adalah mempermudah proses pemecahan masalah mereka sendiri. Terapis juga tidak mengajukan pertanyaan menyelidik, membuat penafsiran, atau menganjurkan serangkaian tindakan. Istilah terapis dalam pendekatan ini kemudian lebih dikenal dengan istilah fasilitator (Atkinson dkk., 1993).
Untuk mencapai pemahaman klien terhadap permasalahan yang dihadapi, maka dalam diri terapis diperlukan beberapa persyaratan antara lain adalah: empati, rapport, dan ikhlas.

Empati adalah kemampuan memahami perasaan yang dapat mengungkapkan keadaan klien & kemampuan mengkomunikasikan pemahaman ini terhadap klien. Terapis berusaha agar masalah yang dihadapi klien dipandang dari sudut klien sendiri. Rapport adalah menerima klien dengan tulus sebagaimana adanya, termasuk pengakuan bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk terlibat secara konstruktif dengan masalahnya. Ikhlas dalam arti sifat terbuka, jujur, dan tidak berpura-pura atau bertindak di balik topeng profesinya (Atkinson dkk.,1993). Selain ketiga hal tersebut, di dalam proses konseling harus terdapat pula adanya jaminan bahwa masalah yang diungkapkan oleh klien dapat dijamin kerahasiannya serta adanya kebebasan bagi klien untuk kembali lagi berkondultasi atau tidak sama sekali jika klien sudah dapat memahami permasalahannya sendiri.

Menurut Rogers (dalam Corey, 1995), pertanyaan "Siapa Saya?" dapat menjadi penyebab kebanyakan seseorang datang ke terapis untuk psikoterapi. Kebanyakan dari mereka ini bertanya: Bagaimana saya dapat menemukan diri nyata saya? Bagaimana saya dapat menjadi apa yang saya inginkan? Bagaimana saya memahami apa yang saya yang ada di balik dinding saya dan menjadi diri sendiri? Oleh karena itu tujuan dari Client-Centered Therapy adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi pribadi yang dapat berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan tersebut terapis perlu mengusahakan agar klien dapat menghilangkan topeng yang dikenakannya dan mengarahkannya menjadi dirinya sendiri.


Daftar Pustaka
Riyanti Dwi, B.P., dan Hendro Prabowo. (1998). Psikologi Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma

Artikel 2: Terapi Humanistic Eksistensial

Dasar dari terapi Humanistik adalah penekanan keunikan setiap individu serta memusatkan perhatian pada kecenderungan alami dalam pertumbuhan dan pewujudan dirinya. Dalam terapi ini para ahli tidak mencoba menafsirkan perilaku penderita, tetapi bertujuan untuk memperlancar kajian pikiran dan perasaan seseorang dan membantunya memecahkan masalahnya sendiri. 
Terapi eksistensial humanistik ini sangat cocok untuk orang-orang yang mempunyai masalah-masalah berkaitan dengan ketakberdayaan, keputusan, ketakbermaknaan, dan kekosongan eksistensial serta berusaha memahami keberadaan klien dalam dunia kehidupannya. Dalam terapi eksistensial humanistik ini tidak memiliki metode yang siap pakai seperti terapi lain. Fokus terapi ini adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan bukan pada menolong klien agar bisa sembuh dari situasi masa lalu. 
Namun disisi lain terapi eksistensial humanistik juga merekomendasikan beberapa teknik khusus seperti menghayati keberadaan dunia objektif dan subjektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik (suatu bentuk interpretasi dan pengakuan dasar tentang dimensi-dimensi simbolik dari pengalaman yang mengarahkan pada kesadaran yang lebih tinggi, pengungkapan makna, dan pertumbuhan pribadi). Proses terapeutik meliputi tiga tahap, yaitu;
  1. Terapis membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Terapis mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
  2. Klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
  3. Berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
Tujuan Terapi Eksistensial Humanistik
  • Membantu individu menemukan nilai, makna, dan tujuan hidup manusia sendiri.
  • Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
  • Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi
  • Membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
  • Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik: (1) menyadari sepenuhnya keadaan sekarang, (2) memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan (3) memikul tangung jawab untuk memilih.
Efektivitas Terapi Eksistensial Humanistik
Dalam pelaksanaanya terapi ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu terapi ini dapat lebih fokus pada masalah klien, lebih membebaskan klien, tidak kaku dalam melaksanakan terapi, serta lebih membuat klien menemukan caranya sendiri untuk menangani masalahnya. Namun hal ini juga menjadi kelemahan terapi ini karena tidak menggunakan metode yang khusus siap pakai, sehingga terapi ini tidak berstruktur dan terlalu terbuka. Sehingga dapat menimbulkan kebingungan, perasaan ketidakpastian serta kecemasan bagi klien-klien yang mengharapkan keamanan dalam kehidupan yang mudah.


Daftar Pustaka
Riyanti Dwi, B.P., dan Hendro Prabowo. (1998). Psikologi Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma
https://www.scribd.com/doc/247451809/TERAPI-EKSISTENSIAL-HUMANISTIK

Artikel 1: Terapi Psikoanalisis

Psikoanalisis adalah suatu sistem dalam psikologi yang berasal dari penemuan-penemuan Freud dan menjadi dasar dalam teori psikologi yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan perilaku neurotik. 
Teknik dasar untuk melaksanakan psikoanalisis ialah dengan meminta pasien berbaring di dipan khusus [couch] dan psikoanalisis duduk dibelakangnya, jadi posisi pasien menghadap ke arah lain, tidak bertatapan dengan psikoanalisnya. Pasien diminta untuk mengemukakan apa yang muncul dalam pikirannya dengan bebas, tanpa merasa terhambat, tertahan dan tanpa harus memilih mana yang dianggap penting atau tidak. Psikoanalis yang duduk di belakang dipan khusus, pada dasarnya mendengarkan tanpa menilai atau memberi kritik dan memperlihatkan sikap ingin mengetahui lebih banyak tentang pasien. Namun pada saat-saat tertentu, psikoanalis memotong asosiasi bebas yang sedang dikemukakan oleh pasien, bilamana dianggap penting untuk memperjelas hubungan-hubungan antara asosiasi-asosiasi satu sama lain, misalnya yang ada kaitannya dengan mimpi-mimpi yang dialami. Proses selanjutnya berlangsung seperti format psikoterapi biasa yang selalu didahului dengan tahap pembukaan untuk mengetahui berbagai hal mengenai pasien, antara lain melalui wawancara pendahuluan yang dilakukan secara tatap muka. Dari proses psikoanalisis yang berlangsung, hal yang penting ialah masalah transferen [transferences].

Pada saat pasien sedang menghubung-hubungkan hambatan yang dialami dengan konflik yang terjadi dibawah sadar mengenai harapan-harapan terhadap seseorang atau beberapa orang yang penting dalam hidupnya, gejala baru akan muncul dan menimbulkan kesan bercampur-baur, antara lain karena kehadiran dari psikoanalisnya. Inilah saat-saat kritis, karena pasien harus menghadapi hal-hal yang idealistis sesuai dengan yang diinginkan, namun ia harus menghadapi kenyataan sebagai sesuatu yang tidak mungkin dipenuhi. Psikoanalis harus tetap bertindak sebagai profesional dan bukan sebagai pribadi, agar menghindari kemungkinan terjadinya "counter-transference". 
Atas dasar inilah antara lain ditentukan bahwa untuk memperoleh kualifikasi sebagai psikoanalis, seseorang harus menjalani dulu analisis yang dilakukan oleh psikoanalis yang berkompeten. Bahkan dikatakan bahwa keberhasilan seseorang bertindak sebagai psikoanalis, banyak ditentukan oleh keadaan pada waktu ia sendiri menjalani psikoanalisisnya.

Daftar Pustaka
Gunarsa, Singgih D. (2011). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Libri
Cute Plant Dancing Kaoani